Kalangan atlet profesional maupun masyarakat pehobi olahraga sangat
membutuhkan keberadaan seorang terapis olahraga. Sebab olahraga memang
rawan menimbulkan cedera ringan, sedang maupun berat. Apa manfaat
keberadaan terapis, padahal ada tukang pijat?
Para atlet umumnya
telah mengetahui pentingnya fisioterapi olahraga. Namun, untuk kalangan
masyarakat umum banyak yang menganggap enteng cedera yang dialaminya
saat berolahraga. Sehingga mereka merasa cukup pergi ke tukang pijat.
Padahal fisioterapi olahraga bukan sembarang tukangf pijat.
Burhanudin
Tsani, terapis olahraga di RS Rajawali Citra Jogjakarta menjelaskan
perbedaan antara fisioterapi olahraga dengan pijat biasa (massage). Fisioterapi olahraga sendiri dikenal sebagai sports massage (pijat olahraga). Hanya saja terapi yang bukanlah pijat biasa.
Terhambatnya
proses penyembuhan cedera olahraga biasanya karena pasien menyepelekan
teknik-teknik manipulasi pijat olahraga dan menganggapnya sebagai pijat
biasa.
“Sebab otot itu bisa kita raba dan rasakan tingkat
kekenyalannya, tingkat fleksibilitasnya efek cedera berupa kalor
(panas), tumor (bengkak), tubor (merah), dolor (nyeri). Functiolesa malfunction pun dapat kita ketahui,” kata terapis yang pernah berpraktik di Klinik Fisioterapi Olahraga RSU Puri Husada Yogyakarta itu.
Burhanudin
melanjutkan, fisioterapi olahraga terdiri dua bagian: fisioterapi
manual yang mengggunakan pijat olahraga dan fisioterapi latih gerak
berupa latihan atau terapi fisik.
Dalam pijat olahraga, pasien cenderung diam karena diberi manipulasi atau perlakuan dari fisioterapist.
“Sedangkan
fisioterapi latih gerak, si pasien kita berikan gerakan yang sifatnya
aktif, baik dibantu terapis atau dengan panduan gerakan terapis,” ujar
terapis yang juga bertugas mengawal atlet DIY saat bertanding untuk
cabang olah raga taekwondo, sepak takraw dan dansa.
Lelaki yang
mempelajari teknik fisioterapi di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Yogyakarta ini menjelaskan, dirinya menggeluti dua jenis
fisioterapi olahraga yang sifatnya manual. Yakni, pijat olahraga dengan
sistematika teknik manipulasi dan fisioterapi latih gerak.
Pijat olahraga dengan sistematika teknik manipulasi, Ia bakukan melalui sembilan tahap secara berurutan: effleurage pembuka (ada 3 teknik gerakan), petrisage, friction, tapotament, comotan, pressing, vibration, shaking dan effleurage penutup.
Adapun physiotherapy exercise
atau latihan/terapi fisik adalah menggunakan terapi olahraga adaptif.
Olahraga atau gerakan tersebut disesuaikan dengan kapasitas fungsional
pasien.
“Jadi fisioterapi olahraga adaptif ini disesuaikan dengan
penyakit pasien. Misalnya gerakan untuk post stroke akan berbeda dengan
gerakan pasien obesitas. Pergerakan pasien alzheimer berbeda dengan
gerakan latihan untuk lansia madya,” jelas Nurhanudin yang juga
narasumber atau pelatih di Diklat Pertolongan Pertama untuk Kegawat
Daruratan (PPGD) di SAR DIY Kompi Mahakarta itu.
Dari dua jenis fisioterapi tersebut, atlet paling banyak menempuh fisioterapi manual pijat olahraga (sports massage). Terutama untuk atlet masa usai berkompetisi/bertanding (post competition) dan pemulihan dari cedera.
Khusus
atlet cedera, selain menempuh terapi manual juga melakukan terapi
latihan. Sebab, jika tidak diberikan latihan gerak selama masa
penyembuhan, maka akan membuat tingkat kekakuan otot semakin cepat.
Apalagi jika atlet tidak melakukan peregangan selama masa penyembuhan.
Lalu berapa lama waktu dibutuhkan untuk terapi?
“Itu
sangat tergantung tingkat kedisiplinan atlet dalam melaksanakan
perintah sports therapist,” urai Burhanudin yang pernah menjalani
pendidikan dan pelatihan di Asosiasi Sports Massage Indonesia bersama dr
Prabata dari Jogja Internasional Hospital.
Sebagai contoh,
cedera ringan pada kaki berupa bengkak atau memar karena benturan dengan
kaki lawan tak akan kempes bila tidak melaksanakan prinsip RICE. RICE sendiri meliputi Rest (mengistirahatkan bagian cedera), Ice (pemberian kompres es atau bisa dengan chloroethyl), Compression (pemberian bebat) dan Elevation (meninggikan daerah cedera lebih tinggi dari jantung).
Bila hal tersebut dilanggar, lanjutnya, maka kecepatan penyembuhan atau kempesnya memar bisa melebihi 2-3 hari.
“Untuk
cedera sedang, misal sprain atau perototan yang tertarik melebihi daya
kekuatan otot tersebut sehingga terasa sakit, maka metode RICE harus diberikan dibarengi dengan latihan dan stretching,” jelasnya.
Adapun
cedera berat, misal terjadi dislokasi sendi atau persendian yang
terlepas dari kaput sendinya akibat gerakan berlebih, perlu masa
istirahat lebih panjang. Selain itu, perlu menempuh metode tersebut dan
gerakan latihan setelah beberapa minggu. Tujuannya adalah melakukan
penguatan perototan pelindung persendian.
Jadi bagi Anda yang
gemar berolahraga dan misal mengalami cedera, sebaiknya tidak asal pijat
tapi konsultasi ke dokter olahraga atau klinik fisioterapi olahraga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar